Refleksi 2 Tahun Bencana Alam Palu: Sinergitas Aksi kemanusian untuk Mencapai ketahanan Bencana
Rumah Kita, (Palu, 10/15/2020) Oleh: Junianti Hutabarat Tiga NGO (non-governmental organisation) yang tergabung dalam ACT Alliance Foru...

Tiga NGO (non-governmental organisation) yang tergabung
dalam ACT Alliance Forum di Indonesia (ACTIF) yakni Yakkum Emergency Unit
(YEU), Church World Service (CWS) dan PELKESI melaporkan refleksi hasil pendampingan mereka
pada masyarakat korban bencana alam Palu selama dua tahun ini. Melalui siaran
pers yang dihelat secara online pada 12 Okrober 2020 CWS,
YEU dan PELKESI membagikan refleksi hasil kinerja program pendampingan
masyarakat terdampak bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi Kota Palu,
Kabupaten SIgi dan Kabupaten Donggala.
Proses pendampingan, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang
dilakukan oleh ketiga organisasi ini merefleksikan akan pentingnya sinergitas
aksi kemanusian, penguatan peran dan kapasitas lokal, dan inisiatif untuk
ketangguhan masyarakat pasca bencana. Harapannya, laporan ketiga NGO ini bisa
menjadi masukan dan alternatif bagi masyarakat dan pemerintah daerah lain dalam
menanggulangi korban bencana.
Irawaty
Manullang, convener ACTIF dalam sambutannya mengatakan bahwa siaran pers ini
juga sekaligus untuk memperingati bulan Pengurangan Resiko Bencana pada bulan
Oktober ini. Refleksi ini juga dihadiri oleh masyarakat penerima manfaat
program dampingan CWS, YEU dan PELKESI, stake-holder
desa, lembaga mitra Inanta serta
institusi BPBD pemerintahan daerah provinsi Sulawesi Selatan. Dalam laporannya,
PELKESI menjabarkan program pelayanan mereka sejak 1 oktober 2018 berupa Mobile
Clinic, Home Visit, Promosi Kesehatan dan Penguatan Posyandu di 10 desa yang
tersebar di Sigi, Palu dan Donggala. Disamping itu, PELKESI melakukan Pelatihan
Pengembangan Masyarakat Berbasis Aset dan pelatihan lainnya yang berbasis
komunitas dengan menggandeng masyarakat terdampak, kader posyandu dan
koordinator lapangan rekomendasi dari pemerintah desa. Zaetun, kader posyandu dampingan Pelkesi
mengatakan pelatihan dan peningkatan kapasitas Bidan, kader posyandu dan
masyarakat juga kampanye penanaman tanaman obat keluarga (TOGA) dan pangan
lokal sangat membantu kesiapsiagaan desa menghadapi ancaman bencana. Dampak lain dari pendampingan PELKESI juga
terlihat dalam masa pandemic COVID-19 karena komunitas dampingannya bisa
mengorganisir tanggap bencana covid secara bersama-sama.
Sementara
itu, CWS memfokuskan bantuan dan pendampingan kepada masyrakat terdampak dalam
bentuk penyaluran air bersih. Dengan menggandeng mitra lokalnya Yayasan Dangau
dan Yayasan Inanta, CWS mampu mendistribusikan air bersih, peralatan tenda
darurat, kebutuhan rumah tangga dan perlengkapan kebersihan hingga ke 2.000
keluarga serta toilet di tenda penampungan. Dalam upaya rehabilitasi pasca
bencana CWS bersama mitranya membangun hunian sementara sebanyak 428 unit,
akses saluran air bersih dan toilet inklusif bagi kelompok rentan. CWS juga
melibatkan masyarakat untuk berperan aktif menjaga keberlanjutan program
dengan membentuk Komite Air. Terbukti
selama masa pandemi, Komite Air yg digagas oleh CWS mampu melakukan penyadaran
akan kesehatan dan kebersihan diri agar terhindar dari COVID-19.
Pembangunan
hunian berperspektif ramah kelompok rentan menjadi fokus perhatian dari YEU
dengan memberikan rancangan hunian inklusif bagi orang-orang dengan
keterbatasan mobilitas. Hunian inklusif yang dimaksudkan YEU meliputi desain
rumah dan toilet yang gampang diakses kelompok dengan hambatan mobilitas dengan
melibatkan kelompok rentan dalam proses pembangunan hunian. Dalam proses rehabilitasi
masyarakat terdampak di tengan pandemi, YEU melakukan penyesuaian program
pendampingan pada aspek penanganan COVID-19 namun dengan tetap melibatkan
kelompok rentan lansia dan disabilitas serta ODHA. Bagi YEU program hunian
inklusif dan pendampingan penangan COVID-19 juga sekaligus menjadi sarana
belajar bersama masyarakat akan pemahaman inklusi sosial bagi kelompok rentan.
Sinergi
dan partisipasi aktif dari warga lokal yang inklusif, perangkat desa dan
lembaga pendamping terbukti menjadi elemen penting dalam keberhasilan program
pendampingan dan keberlanjutan program kesiapsiagaan bencana CWS, YEU dan
PELKESI. Harapannya, refleksi ini dapat menjadi alternatif masukan bagi
pemerintah Indonesia untuk meningkatkan resiliensi bencana alam dan bencana
pandemi.*