SECUKUPNYA
Rumah Kita (24/5/2020) “Hei, uangku sisa tiga puluh ribu sementara tanggal gajian masih sepuluh hari lagi, hahahahah”, katanya dalam ...

http://www.pokja-rumahkita.id/2020/05/secukupnya.html
Rumah Kita (24/5/2020)
“Hei, uangku sisa tiga puluh ribu sementara tanggal gajian masih sepuluh
hari lagi, hahahahah”, katanya dalam sebuah pesan singkat WA. “Uangku sisa
delapan puluh ribu, wkwkwk”, balasan dari seberang. Mereka berdua tertawa di
kotanya masing-masing. Yang punya tiga puluh ribu berkutat dengan ruang
kerjanya yang tidak memenuhi standar jaga jarak pencegahan pagebluk Corona,
sementara yang berduit delapan puluh ribu sudah dua bulan terkurung di indekos
karena peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Cukup gak ya? Tapi sembako yg paling dibutuhkan untuk minggu ini sih
cukup. Tapi untuk minggu depan kayaknya gak cukup terutama sayuran dan buah.
Untuk kebutuhan karbo dan lauk ada”, Santi masih membalas percakapan pagi itu.
“Kalau sembako minggu ini cukup kemungkinan uang tiga puluh ribu untuk empat
hari bisa cukup. Kembali kayak pas di huta
(kampung:red) makan nasi dengan garam, hahahah”
“Aku pakai ubi
jalar aja cukup sih, tapi itulah tetap saja aku cemas.” Percakapan
itu berhenti sebab keduanya harus kembali menggeluti urusannya masing-masing,
di pulaunya masing-masing.
Santi
mengingat-ingat bagaimana mungkin ia kembali seperti waktu sebelumnya? Kok bisa keuangannya terlibas di masa Corona
ini padahal tidak ada yang berubah dari porsi dan jenis makannya yang sudah dua
bulan ini sangat ketat. Ia teringat kemarin ia mentraktir dua rekan kerjanya
makan di sebuah Warung Coto Makassar (sejenis Rawon dengan cita rasa masakan
Makassar). Tidak banyak hanya enam puluh ribu tetapi sebenarnya uang sebanyak
itu sangat cukup untuk belanja sembako selama seminggu untuk dia dan dua ekor
kucingnya.
Santi tidak menyesal telah mentraktir kedua rekan kerjanya itu, tapi ia kesal kenapa sifatnya yang suka
mentraktir makan kawannya di masa paceklik itu belum juga berubah. Tapi rasa
kesalnya segera menguap saat ia mengingat kedua rekannya sangat senang mendapat
traktiran tiba-tiba di kala lapar betul kerja di lapangan. “Makasi ya Bu Santi,
saya sudah dua bulan tidak makan daging sapi karena situasi”, kata sopirnya
yang baru masuk seminggu ini bekerja di kantornya. “Uh kak Santi, makasi ya
kak. Pas-pas saya lapar sekali tadi langsung kakak bilang mau ajak makan.”
Santi tersenyum, hatinya hangat.
Persoalan hari ini cukup hari ini, kesesakan di hari esok biar hari esok
yang menyelesaikan. Paling bila tak kuat lagi, minta suntikan dana pinjaman
dari kawan atau dari Mamak,pikirnya.
Tiga hari
berlalu dari percakapan itu dan Santi menyadari sudah tiga hari pula ia tidak
menelpon Mamaknya karena paket nelpon sudah habis , ada wifi di kantor tetapi
adik semata wayangnya tidak doyan sosial media sehingga sering tak punya paket
kuota internet pula. Maka sulit untuk saling terhubung dengan mengadalkan internet.
Entah terhubung secara batin, Mamaknya tiba-tiba menelpon. Mereka
bercengkrama sampai empat puluh menit. Akhirnya yang ditahan-tahan keluar juga
dari mulut Santi. “Gak ada lagi uangku, Mak”. Dari seberang berbalas “samalah
kita. Kaunya bulan lalu terlalu banyak kau kirim jadi kekuranganlah kau. Asal
lah sehat-sehat kau ya, Tuhan itu Maha Hadir kok”. Santi tidak tahu bagaimana
melanjutkan kalimat selanjutnya lagi. Ia mengalihkan pembicaraan.
![]() |
Lebih dari Cukup (Credit Foto: DLT) |
Hari ini Santi memeriksa kulkas bersama di rumah tinggal yang disediakan
kantor. Pepaya besar mulai matang cukup untuk sarapan 4 hari, ikan untuk
dirinya dan kucingnya cukup untuk 3 hari, ia panen kangkung dan bayam yang ia
rawat di halaman rumah cukup untuk hari ini, pisang kepok matang cukup untuk
kebutuhan karbo hariannya empat hari ke depan. Ia merasa lega. “Syukurlah,
empat hari lagi sudah gajian kok. Aku harus lebih belajar manajemen keuangan
pribadiku. Bagaimana agar asuransi kesehatanku tetap harus dibayar, keluarga di
kampung tetap bisa makan baik, ada tabungan untuk dana darurat dan semoga bisa
membantu keluarga abangku yang sudah tak kerja sejak Corona dan baru yang baru kedatangan keponakan keduaku dan tentu saja
aku tak boleh sampai kurang gizi apalagi masa Corona begini,” ia komat-kamit.
Komat-kamit yang dibalas tangisan lapar dua kucingnya.
“Bocil, sini
makan yok. Tuhan Maha Hadir,kok. Kita bertiga tidak akan lapar sampai Mamak
gajian lagi”.
"Meyongg..."