SIARAN PERS: MEMBANGUN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN APARAT DAN KEKERASAN
Sumut, 12/9 Pada hari ini, Kamis 12 September 2019, BPODT mengirim alat berat ke Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Sam...

http://www.pokja-rumahkita.id/2019/09/siaran-pers-membangun-pariwisata-dengan.html
Sumut, 12/9
Pada
hari ini, Kamis 12 September 2019, BPODT mengirim alat berat ke Desa Sigapiton,
Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir. BPODT bermaksud membangun jalan dari
The Nomadic Kaldera Toba Escape menuju Batu Silali sepanjang 1900 m dan lebar
18 meter. Pembangunan jalan tersebut merupakan bagian dari pengembangan
industri pariwisata di Kawasan Danau Toba. Bersama dengan alat berat, BPODT
mengajak aparat keamanan. Seratusan masyarakat adat Sigapiton bersama KSPPM
menghadang upaya memasukan alat-alat berat yang akan menggilas dan mengangkangi
hak-hak masyarakat atas tanah dan hutannya.
Bentrokan
tak terhindarkan. Salah satu staf KSPPM yang ikut mendampingi masyarakat
dipukul aparat dan mengalami luka di bagian mata kiri. Masyarakat terus
bertahan sekalipun di bawah ancaman kekerasan yang bisa tampil dalam bentuk
yang lebih kasar.
Kejadian
ini tidak bisa diterima dan perlu diwartakan seterang-terangnya kepada semua
pihak. Pertama, pembangunan pariwisata adalah gagasan Presiden Jokowi yang
sangat memperhatikan masa depan peningkatan kesejahteraan masyarakat di KDT.
Tapi sepanjang yang diketahui, Presiden Jokowi tampaknya tidak pernah
memerintahkan mengirim aparat keamanan, apalagi sampai melakukan tindakan
pemukulan. Sangat perlu dipertanyakan secara sangat serius dan secara public,
apakah tindakan yang dilakukan BPODT adalah cara “unik” lembaga ini memahami
dan menginterpretasi apa yang dimaksudkan Presiden Jokowi dengan membangun
Pariwisata?
Kedua,
yang jauh lebih berbahaya, tindakan yang dilakukan BPODT membangkitkan kembali
memori publik tentang perilaku yang umumnya dilakukan Pemerintah saat akan
membangun. BPODT tampaknya sedang meminjam repertoire of action yang dimiliki
rezim politik Orde Baru dalam melakukan pembangunan, yakni menggunakan
cara-cara militeristik atas nama pembangunan. Sudah tentu Pemerintahan ini
bukan Rezim Orde Baru, juga bukan rezim yang bertumpu pada kekerasan. Tapi
tindakan BPODT sedang menegaskan sebaliknya. BPODT sedang membawa pemerintahan
ini kembali ke masa-masa kelam Orde Baru ketika pembangunan justeru berujung
dengan pemukulan aparat terhadap warga, penangkapan terhadap para pemrotes dan
intimidasi secara sistematis.
Ketiga,
dua hal yang disebutkan di atas, membuat legitimasi dan justifikasi terhadap
keberadaan BPODT perlu dipertanyakan kembali. Bukan saja lembaga ini sama
sekali belum menampakkan tanda-tanda memajukan pariwisata setelah lebih dari
dua tahun beroperasi, malah menimbulkan ketegangan di masyarakat, memantik
banyak konflik, dan yang terakhir mempraktekan kekerasan secara terbuka.
Sementara lembaga ini beroperasi dengan uang negara yang bersumber salah
satunya dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat, termasuk masyarakat di
Sigapiton yang akan sedang diserobot tanahnya dan diperlakukan dengan
kekerasan.
Keempat,
pemukulan terhadap aktifis KSPPM, apapun alasannya perlu diproses secara hukum.
Bahkan kehadiran aparat keamanan dalam keseluruhan upaya BPODT memasukan
alat-alat berat perlu dipertanyakan secara serius. Untuk apa membawa aparat
keamanan jika konon kabarnya niatnya demi kebaikan masyarakat setempat?
Bukankah membawa-bawa aparat bersumber dari kecurigaan terhadap masyarakat dan
berlandaskan keyakinan di bawah sadar bahwa tindakan membawa alat berat adalah
tindakan yang sifatnya sepihak? Bukankah juga semua peristiwa ini hanya
menegaskan betapa pada dasarnya semua berbasiskan pada paksaan?
Masyarakat
Sigapiton dan KSPPM sangat menyayangkan perisitiwa hari ini. Bahkan dalam alam
demokrasi dan dengan kepemimpinan negara yang sangat terbuka terhadap masukan
dari bawah, perilaku-perilaku koersif yang sudah ketinggalan jaman masih saja
dipertahankan. Ironinya, oleh lembaga yang begitu yakin sedang membawa
kemaslahatan kepada masyarakat yang hak-haknya justeru sedang diinjak-injak.
Narahubung:
Rocky
Pasaribu (+62 852-5262-4955)
Delima
Silalahi (+62 821-6552-2065)