Pemilik WARNET yang Baik Budi
Rumah Kita Mentari pagi sudah keluar dari persembunyiannya saat aku terjaga dari tidur, cahanya yang merekah indah menyinari alam ya...

http://www.pokja-rumahkita.id/2017/02/pemilik-warnet-yang-baik-budi.html
Rumah Kita
Mentari pagi
sudah keluar dari persembunyiannya saat aku terjaga dari tidur, cahanya yang merekah indah menyinari alam yang sejuk. Aku bereskan tempat tidurku lalu aku masuk ke kamar mandi dan langsung
mengguyur tubuhku dengan air dingin segar yang membersihkan dan
menyegarkan tubuhku. Setelah itu aku menghias diriku dan mengenakan kaos putihku dan celana pendek krem lalu menikmati sarapan pagi yang telah dimasak oleh
sahabatku.
Mentari pagi mulai meninggi, jarum
jam sudah menunjukkan pukul 08.00wib, sejenak aku mengurung diri di kamar untuk mengerjakan tugas kuliahku membuat
makalah Curriculum Material Development. Aku ingin hari ini semua tugas kuliah yang sudah menumpuk tuntas terbayar lunas.
Dengan serius aku membahas soal demi
soal sambil membolak-balikkan diktat untuk mencari jawaban, sebahagian
soal sudah terjawab namun ada beberapa lagi yang pembahasannya harus diambil
dari internet. Aku meninggalkan kamar dan bergegas menuju sebuah Warung
internet yang terletak 10 meter dari rumah kost saya.
Saya memasuki warung internet yang berukuran 6x4 meter , disana terdapat beberapa meja tempat komputer dan perangkat-perangkatnya serta kursi plastik untuk tempat duduk orang – orang yang
ingin mengakses internet dan bermain
games. Terlihat juga anak-anak yang menggunakan seragam sekolah sedang asyik
bermain games. Pemandangan yang seperti
biasa saya temukan di setiap warnet yang
pernah saya singgahi baik di Sidikalang ataupun di Medan selalu dipenuhi anak –anak sekolah.Pemandangan
itu membuat hatiku geram dan marah karena pagi-pagi sekali anak-anak sekolah
dengan memakai seragam sudah bermain games di warnet.
Dengan menahan rasa marah dihati, Saya
menghampiri seorang laki-laki tua yang duduk dibagian
depan warung tersebut, laki – laki yang memakai baju putih dan celana pendek
hitam dan berkacamata itu tersenyum
ramah kepada saya, dia adalah pemilik warnet tersebut.
“ ada yang kosong pak “ tanyaku , pemilik
warnet itu mengangkat kepala dan menatapku “ com 1 nak” jawabnya. Saya berjalan menghampiri
meja pertama , saya menarik kursi dan duduk
lalu menekan tombol CPU untuk menghidupkan komputer.
Di
sebelah kanan saya duduk seorang anak
laki –laki yang masih sangat muda dengan menggunakan seragam pramuka yang asyik
bermain games. Dengan menebarkan senyum
indah saya menegurnya “ adek tidak sekolah ya?”
dia menoleh kepadaku, dengan senyum mungilnya dia menjawab “ saya masuk
siang ibu “. kuanggukkan kepalaku, aku paham dia cepat datang dari rumah
untuk bermain games menunggu waktu masuk sekolah tiba, dalam hati saya timbul
pertanyaan apakah orangtuanya tidak tahu dia masuk siang, sehingga dia bisa
cepat berangkat dari rumah “?
Aku
menoleh kembali ke komputer yang ada dihadapanku, dengan cepat jemariku
langsung menarinari diatas keyboard komputer tersebut, aku membuka situs google
lalu mengetikkan huruf demi huruf hingga menjadi kalimat lalu aku mengklik tanda
pencarian. Dengan cepat internet bereaksi dan langsung menyediakan situs yang
kubutuhkan. Aku menyalin kalimat-kalimat
yang kubutuhkan untuk bahan tugas kuliahku.
Ditengah
keseriusan semua orang di warnet itu, aku melihat seorang anak dengan
menggunakan seragam sekolah meminta kepada bapak pemilik warnet untuk
menghidupkan komputer com 5 sembari memberikan beberapa lembar uang seribuan. Anak itupun mulai sibuk bermain games setelah komputer
yang dia minta dihidupkan. Sepuluh menit kemudian segerombolan anak – anak
berpakaian pramuka datang dan melihat-lihat komputer, sepertinya mereka ingin
bermain games juga layaknya anak – anak yang sudah asyik bermain games
disampingku. Pemilik warnet menegur mereka, jangan rebut adek – adek, kalian sekolah dulu nanti baru kesini setelah
pulang sekolah.” “ jam 10nya kami masuk pak”
jawab mereka hampir bersamaan. Mendengar jawaban itu saya menoleh kea rah
jam yang tergantung di dinding, jarum menunjukkan pukul 09.55 wib. Pemilik
warnet tetap memaksa mereka untuk keluar agar pergi sekolah tetapi mereka tetap mengelak dengan alasan pukul 10.00 Wib baru masuk. Akhirnya Saya
beralih menoleh anak—anak yang berdiri di ruangan itu “ini sudah pukul sepuluh dek, pergilah dulu
sekolah, ntar terlambat lho” tuturku dengan senyum yang dipaksakan. Mendengar
perkatanku mereka menatap satu sama lain sambil bersungut-sungut . melihat
mereka masih bengong, pemilik warnet itu berkata dengan nada suara tinggi “kalian
harus pergi sekarang nanti terlamabat, kalau tidak bawa kalian saja sekolah itu
kesini, biar kalian bisa disini terus“, namun anak – anak itu tetap saja tidak
perduli, mereka berharap akan diijinkan bermain games.
Dengan
bersusah payah membujuk anak – anak itu akhirnya pemilik warnet berhasil menyuruh mereka pergi sekolah. Hatikupun
lega, namun tiba-tiba kesal lagi dikarenakan ada seorang anak yang masih tinggal
dan asyik bermain games, dia anak yang duluan datang dari teman –temannya tadi.
Pemilik
warnet menghampiri dia lalu menegurnya “sudah dulu ya nak, kamu sekolah dulu
nanti sambung lagi setelah pulang sekolah, “. Tanpa menoleh anak itu menjawab “ jam 10nya
kami masuk pak “. Si pemilik warnet melihat ke komputer lalu menjawab anak itu
“ 40 menit lagi waktumu untuk bermain games, nanti lanjutkan setelah pulang
sekolah, “ sambil mematikan komputer tersebut lalu pergi duduk ketempat
duduknya semula.
Meskipun
komputer sudah padam si anak masih tetap duduk di kursi itu sambil memandangi
pemilik warnet itu, dia membujuk agar diberi waktu bermain, namun pemilik
warnet tersebut tidak menghiraukannya. Pemilik warnet memaksa anak itu untuk pergi sekolah dan akan
mengijinkannya bermain games setelah pulang sekolah namun anak itu tetap
mematung di depan komputer.
Dengan
kesabaran yang sudah hampir habis, pemilik warnet menghampiri anak itu lalu
dengan wajah tersenyum membujuk anak itu untuk sekolah “ nanti saya bisa
dimarahi orangtua dan guru dan kamu bisa dihukum orangtua dan gurumu, kamu juga
ketinggalan pelajaran “ sambil memegang tangan anak itu dan menuntunnya keluar
dari warnet.
Akhirnya anak itupun
menurut , sambil melangkah dari warnet dia berkata “ 40 menit lagi nati aku
main ya pak” pemilik warnet menjawab “
ya nak”.
Melihat
hal itu aku sedikit terharu dengan sikap pemilik warnet, meskipun setiap hari
anak – anak memakai seragam sekolah bermain games disana tetapi paling tidak
dia peduli dengan pendidikan anak – anak. Dia menganggap anak – anak itu
seperti anaknya sendiri. Dia berusaha
mengajarkan kepada anak bahwa pendidikan atau sekolah itu lebih penting.
Sikap bapak itu sedikit sudah mencerminkan perumpamaan Batak yang mengatakan “si sada anak, si sada boru” yang
artinya mendukung kesuksesan anak, tidak membiarkan anak melakukan kesalahan meskipun
bukan anak sendiri .
Aku
berharap semua pemilik warnet dimanapun dapat bersikap tegas kepada anak –anak sekolah
dengan menerapkan perumpamaan batak yaitu menganggap anak itu anaknya sendiri
dan peduli terhadap masa depan anak, agar pada saat jam sekolah tidak
mengijinkan untuk bermain di warnet.
Penulis adalah Sekretaris Cabang GMKI Sidikalang MB: 2015-2016